Oleh : Itmamuddin S.S
Ada sebuah percakapan dari seorang pengunjung dengan petugas di bagian layanan legalisasi ijasah, sebut saja si A berkata “Bu saya mau legalisir” si petugas menjawab “ya silahkan, isi dulu blangko ini ya!kalau sudah silahkan anda tunggu di sana, bisa sambil baca koran!nanti kalau sudah selesai anda akan saya panggil” si A menjawab “terimakasih bu” si petugas menjawab “sama-sama”
Dari percakapan tadi jelas terlihat bahwa terjadi komunikasi yang sangat baik antar keduanya, terasa saling menghormati dan menghargai. Komunikasi semacam ini merupakan bentuk komunikasi yang sangat didambakan oleh para pengunjung. Namun sudahkah di tempat kerja kita komunikasi semacam ini diterapkan?pertanyaan ini sangat menggelitik penulis untuk menyampaikan berbagai keluhan yang sering penulis dengar baik secara langsung maupun tidak langsung dari pengunjung di lembaga kita. Sebagai bagian dari lembaga ini penulis merasa perlu menyampaikan ini sebagai rasa tanggung jawab penulis untuk kemajuan lembaga ini. Di semua lini dan bagian dilembaga ini seringkali terjadi komunikasi yang tidak assertive. Seringkali kita dengar pengunjung marah-marah dengan petugas dan sebaliknya petugas marah-marah dengan pengunjung, bahkan pernah hampir saja terjadi adu jotos antara petugas dengan pengunjung. Hal ini sangat memalukan lembaga kita yang merupakan salah satu lembaga akademis dan menghasilkan para akademisi dan praktisi yang berbasis keislaman. Jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa ada upaya kea rah perubahan, penulis khawatir image atau kesan pengunjung terhadap pelayanan kita akan menurun
Dari realita tadi, penulis hanya ingin menyampaikan bahwa perlu sebuah terobosan dalam menerapkan manajemen sumber daya manusia. Perlu dibangun komunikasi assertive baik antar pimpinan dengan staf, staf dengan staf, staf dengan pengunjung dan lain sebagainya.
Kemampuan berkomunikasi merupakan poin utama dalam memberikan layanan. Segala aktifitas dilembaga ini berkaitan erat dengan kemampuan berkomunikasi. Menurut De Saez (1993) strategi komunikasi yang dapat digunakan di pusat informasi adalah strategi komunikasi AIDA (Awareness, Interest, Decision, Action). Pusat informasi disini dapat diartikan tempat penyampaian informasi dari lembaga kepada pengunjung, misalnya bagian akademik, bagian humas, perpustakaan dan lain-lain.
Awareness bermakna bahwa pusat informasi (akademik, humas, perpustakaan) sedapat mungkin menarik perhatian pengguna dan pelanggan untuk mengetahui apa yang dimiliki dan ditawarkan oleh pusat informasi. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan menyebarkan leaflet, booklet, pameran, publikasi melalui media elektronik, kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan dengan mengadakan ceramah, seminar dan lain-lain.
Interest Apabila perhatian komunikasi telah terbangun, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan minat (interest) yang merupakan derajat yang lebih tinggi dari perhatian. Minat merupakan kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi tumbuhnya hasrat (desire) untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan komunikator. Dari rasa ketertarikan tersebut perlu diadakan kegiatan lanjutan demonstrasi berupa ajakan yang mengarah pada atau pengambilan keputusan (decision) untuk melakukan atau untuk mengikuti kegiatan yang ditawarkan oleh pusat informasi tersebut. Kemudian inilah yang disebut action atau tindakan.
Kemapuan berkomunikasi yang baik menjadi andalan para pekerja informasi dalam menghadapi berbagai karakter pengunjung. Salah satu teknik komunikasi yang sangat tepat dimiliki oleh para pekerja informasi adalah komunikasi assertive, yaitu kemampuan menerapkan strategi berkomunikasi yang sesuai karakter pengguna. Menurut Hariyadi (2006:1) pola komunikasi yang assertive merupakan komunikasi yang “paling sehat” dan efektif, memudahkan pemecahan masalah, mengurangi ledakan emosi, membutuhkan “skils” dan perubahan pola pikir.
Strategi komunikasi efektif menjadi sangat penting mengingat karakter masyarakat indonesia dengan kecenderungan budaya lisan. Orang yang memiliki kemampuan komunikasi asertif memiliki ciri sebagai berikut :
komunikasi yang asertif akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara petugas dan pengunjung dimana masing-masing pihak dapat saling memahami dan menghargai sehingga lebih mudah untuk memecahkan masalah.
Dengan tulisan ini, penulis mencoba menggugah hati para pembaca, marilah kita bangun bersama lembaga ini dengan memulai memperhatikan cara kita berkomunikasi dengan orang lain dengan komunikasi yang baik, komunikasi yang santun, yang muda menghormati yang tua, yang tua menghargai yang muda, dengan demikian penulis berharap kedepan lembaga kita menjadi lembaga yang mengesankan dengan kesan yang baik dimata para pengunjung kita….amin
Ada sebuah percakapan dari seorang pengunjung dengan petugas di bagian layanan legalisasi ijasah, sebut saja si A berkata “Bu saya mau legalisir” si petugas menjawab “ya silahkan, isi dulu blangko ini ya!kalau sudah silahkan anda tunggu di sana, bisa sambil baca koran!nanti kalau sudah selesai anda akan saya panggil” si A menjawab “terimakasih bu” si petugas menjawab “sama-sama”
Dari percakapan tadi jelas terlihat bahwa terjadi komunikasi yang sangat baik antar keduanya, terasa saling menghormati dan menghargai. Komunikasi semacam ini merupakan bentuk komunikasi yang sangat didambakan oleh para pengunjung. Namun sudahkah di tempat kerja kita komunikasi semacam ini diterapkan?pertanyaan ini sangat menggelitik penulis untuk menyampaikan berbagai keluhan yang sering penulis dengar baik secara langsung maupun tidak langsung dari pengunjung di lembaga kita. Sebagai bagian dari lembaga ini penulis merasa perlu menyampaikan ini sebagai rasa tanggung jawab penulis untuk kemajuan lembaga ini. Di semua lini dan bagian dilembaga ini seringkali terjadi komunikasi yang tidak assertive. Seringkali kita dengar pengunjung marah-marah dengan petugas dan sebaliknya petugas marah-marah dengan pengunjung, bahkan pernah hampir saja terjadi adu jotos antara petugas dengan pengunjung. Hal ini sangat memalukan lembaga kita yang merupakan salah satu lembaga akademis dan menghasilkan para akademisi dan praktisi yang berbasis keislaman. Jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa ada upaya kea rah perubahan, penulis khawatir image atau kesan pengunjung terhadap pelayanan kita akan menurun
Dari realita tadi, penulis hanya ingin menyampaikan bahwa perlu sebuah terobosan dalam menerapkan manajemen sumber daya manusia. Perlu dibangun komunikasi assertive baik antar pimpinan dengan staf, staf dengan staf, staf dengan pengunjung dan lain sebagainya.
Kemampuan berkomunikasi merupakan poin utama dalam memberikan layanan. Segala aktifitas dilembaga ini berkaitan erat dengan kemampuan berkomunikasi. Menurut De Saez (1993) strategi komunikasi yang dapat digunakan di pusat informasi adalah strategi komunikasi AIDA (Awareness, Interest, Decision, Action). Pusat informasi disini dapat diartikan tempat penyampaian informasi dari lembaga kepada pengunjung, misalnya bagian akademik, bagian humas, perpustakaan dan lain-lain.
Awareness bermakna bahwa pusat informasi (akademik, humas, perpustakaan) sedapat mungkin menarik perhatian pengguna dan pelanggan untuk mengetahui apa yang dimiliki dan ditawarkan oleh pusat informasi. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan menyebarkan leaflet, booklet, pameran, publikasi melalui media elektronik, kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan dengan mengadakan ceramah, seminar dan lain-lain.
Interest Apabila perhatian komunikasi telah terbangun, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan minat (interest) yang merupakan derajat yang lebih tinggi dari perhatian. Minat merupakan kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi tumbuhnya hasrat (desire) untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan komunikator. Dari rasa ketertarikan tersebut perlu diadakan kegiatan lanjutan demonstrasi berupa ajakan yang mengarah pada atau pengambilan keputusan (decision) untuk melakukan atau untuk mengikuti kegiatan yang ditawarkan oleh pusat informasi tersebut. Kemudian inilah yang disebut action atau tindakan.
Kemapuan berkomunikasi yang baik menjadi andalan para pekerja informasi dalam menghadapi berbagai karakter pengunjung. Salah satu teknik komunikasi yang sangat tepat dimiliki oleh para pekerja informasi adalah komunikasi assertive, yaitu kemampuan menerapkan strategi berkomunikasi yang sesuai karakter pengguna. Menurut Hariyadi (2006:1) pola komunikasi yang assertive merupakan komunikasi yang “paling sehat” dan efektif, memudahkan pemecahan masalah, mengurangi ledakan emosi, membutuhkan “skils” dan perubahan pola pikir.
Strategi komunikasi efektif menjadi sangat penting mengingat karakter masyarakat indonesia dengan kecenderungan budaya lisan. Orang yang memiliki kemampuan komunikasi asertif memiliki ciri sebagai berikut :
- Mempertahankan hak-haknya tanpa mengorbankan hak orang lain
- Selalu berkomunikasi berdasarkan “saling menghargai” dan selalu menemukan jalan keluar untuk kepentingan bersama
- Pendengar aktif, objektif dan tidak emosional
- Memiliki kekuatan personal dan mau berbagi kekuatan yang dimiliki dengan orang lain
- Mendapatkan respect dukungan dan diterima dengan positif oleh lingkungan
- Memiliki “good sense of human”
- Siap menanggung resiko yang mungkin timbul
- Bertanggung jawab, memiliki integritas dan kebebasan berpendapat
komunikasi yang asertif akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara petugas dan pengunjung dimana masing-masing pihak dapat saling memahami dan menghargai sehingga lebih mudah untuk memecahkan masalah.
Dengan tulisan ini, penulis mencoba menggugah hati para pembaca, marilah kita bangun bersama lembaga ini dengan memulai memperhatikan cara kita berkomunikasi dengan orang lain dengan komunikasi yang baik, komunikasi yang santun, yang muda menghormati yang tua, yang tua menghargai yang muda, dengan demikian penulis berharap kedepan lembaga kita menjadi lembaga yang mengesankan dengan kesan yang baik dimata para pengunjung kita….amin
No comments:
Post a Comment