A. Pendahuluan
Dalam dua dasa
warsa terakhir, teknologi berkembang begitu cepat. Banyak aspek kehidupan
akhirnya berubah, termasuk perubahan perilaku masyarakat karena adanya
teknologi informasi, dimulai dengan penemuan komputer pribadi di era tahun
1980an dan mulai banyak digunakan pada dasa warsa terakhir abad 20 benar-benar
telah menjadi pola kerja, pola kehidupan dan berbagai aspek lain seperti
penyimpanan data, penyediaan data serta penyajian data. Hal ini harus disadari
oleh pustakawan untuk mengadaptasi perubahan ini.
Dalam
prakteknya teknologi informasi sangat membantu semua aspek pekerjaan pustakawan
di perpustakaan. Dari mulai kegiatan pengadaan bahan pustaka, pengolahan,
sirkulasi, sistem temu balik informasi dan lain sebagainya. Kegiatan ini
dikenal dalam perpustakaan sebagai kegiatan organisasi informasi.
Menurut Yuyu
Yulia (2008:1.2) Organisasi informasi merupakan pelbagai kegiatan yang
bertujuan supaya setiap bahan pustaka dalam koleksi perpustakaan dapat :
1.
Diketahui tempat fisiknya melalui nomor panggil
Disini
peran katalog sebagai wakil dokumen dibutuhkan oleh pengunjung perpustakaan
untuk mengetahui keberadaan sebuah koleksi dan juga temu kembali informasi.
2.
Dikenali melalui sajian ringkas dari bahan pustaka yang disebut dengan
cantuman bibliografis.
Disini
peran cantuman yang ditempelkan pada dokumen fisik buku yang berada dijajaran
rak atau disajikan di rak berperan sekali dalam menemukan kembali informasi
yang diinginkan
Dari pendapat
di atas dapat diambil kesimpulan bahwa teknologi informasi sangat diperlukan
untuk mempercepat proses pengolahan informasi dan juga temu kembali informasi
untuk memudahkan petugas dan pengunjung perpustakaan, baik ketika menjajarkan
koleksi di rak maupun pada saat temu kembali informasi.
B. Tujuan
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sejauhmana peranan teknologi
informasi dalam kegiatan organisasi informasi di perpustakaan.
Hal ini sangat
berguna dalam pengembangan kegiatan organisasi informasi, karena hasil dari
kegiatan ini sangat diperlukan oleh pengunjung perpustakaan dan juga petugas
perpustakaan dalam temu kembali informasi.
C. Kerangka dasar sistem informasi
Untuk memulai
penulisan makalah ini, penulis ingin menyampaikan kerangka dasar sistem
informasi sebagai acuan dasar sistem informasi.
Perpustakaan merupakan sumber informasi atau
gudang pengetahuan, untuk itu perpustakaan dapat dikatakan sebagai suatu sistem
informasi dalam konsep yang mendasar. Kerangka dasar sistem informasi,
merupakan suatu rangkaian sistem informasi, tanpa memperhatikan tingkat
mekanisme atau bentuk informasi fisik yang dikelola. Di samping itu konsep ini
juga sekaligus menerangkan proses mengorganisasikan informasi dari mulai
informasi itu diperoleh sampai pada informasi tersebut disajikan kepada
pemustaka.
Diagram Sistem Informasi
Diagram sistem
informasi tersebut di atas merupakan modifikasi diagram the information work (Doyle, 1975:19). Kerangka dasar sistem ini
memberikan garis besar sistem informasi sederhana, serta menunjukkan bagian
utama yang sama pada lembaga simpan dan temu kembali informasi termasuk di dalamnya
perpustakaan, kearsipan, pusat dokumentasi dan informasi lain
Dari kerangka
dasar tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa untuk mempercepat
pengideksan atau indexing dan juga temu kembali informasi, peran teknologi
informasi dalam organisasi informasi tidak terelakkan lagi.
D. Peranan teknologi informasi dalam proses organisasi informasi di
perpustakaan
Berpijak dari
kerangka dasar sistem informasi tersebut diatas, penulis ingin menyampaikan
bagaimana proses indexing atau pengindeksan yang merupakan kegiatan organisasi
informasi dengan menggunakan teknologi informasi yang kemudian pengindeksan ini
digunakan sebagai sistem temu kembali informasi dengan menggunakan teknologi
informasi (katalog terpasang) atau opac (online
public acces catalog)
1.
Indexing
Indeks adalah sebuah daftar yang sistematis,
mengandung istilah atau frasa (menyatakan pengarang, judul, konsep dan
sebagainya) yang dilengkapi dengan penunjuk ke isi satu atau serangkaian
dokumen, ke lokasi dimana istilah atau frasa tersebut dapat ditemukan. Indeks
dan pengindeksan biasanya dikaitkan dengan pembuatan katalog dan klasifikasi
(wiji Suwarno, 2010:97)
Menurut pendit (2008), pengindeksan berbeda dengan
katalogisasi dan klasifikasi yang lebih berkonsentrasi pada “tentang apa”nya
(subjek) suatu dokumen. Maka pengindeksan lebih terkonsentrasi pada ekstraksi
atau pengambilan kata atau istilah yang adan didalam dokumen dihalaman tertentu,
lalu menempatkannya dalam daftar indeks secara terstruktur. Struktur inilah
yang memungkinkan sebuah buku “merujuk” pembacanya ke bagian-bagian teks yang
relevan untuk keperluannya.
Terkait dengan indeksing, peranan komputer sebagai
bagian dari kemajuan teknologi informasi sangat diperlukan dalam hal indeksing
atau pengindeksan. Dalam makalah ini penulis hanya akan menyampaikan indeksing
dengan menggunakan teknologi komputer, dan tidak akan membahas pengindeksan secara
manual.
Sewaktu belum ada komputer, pengideksan mutlak
menjadi urusan manusia, tidak ada campur tangan mesin. ketika mesin komputer
hadir, pengideksan dibagi menjadi dua cara : intelektual dan mekanikal
Intelektual artinya kegiatan menganalisis dan
penerjemahan (translasi) dokumen yang akan di indeks, mencakup kegiatan
mengidentifikasi dan memilih konsep-konsep penting yang tercakup dalam sebuah
dokumen.
Mekanikal artinya kegiatan yang mencakup
pengurutan menurut abjad dan pembuatan format entri indeks.
Jika komputer sudah bisa digunakan dengan baik
untuk kegiatan intelektual ataupun mekanikal, itu artinya bahwa komputer sudah
dapat melakukan pengindeksan secara otomatis, tetapi kalau hanya bisa digunakan
untuk intelektualnya saja, maka disebut pengindeksan yang diotomasikan.
2.
Temu kembali informasi
Dengan sistem
indeksing menggunakan teknologi komputer, maka sistem temu kembali informasi menurut
wiji suwarno (2010 : 99) dapat dilakukan komputer dengan beberapa cara :
a. Sequential
Proses pencarian atau pencocokan istilah dengan
cara berurutan, misalnya mencari sebuah kata, maka komputer akan berjalan
mengecek setiap istilah mulai dari istilah pertama daftar sampai bagian
terakhir daftar yang masih sungsang atau acak.
b. Alphabetical Chain
Artinya mata rantai – alfabet, prinsipnya sama
dengan cara menggunakan kamus mislanya, kita mencari arti kata programming di
kamus inggris indonesia, tentu kita akan secara bodoh mencari dari mulai huruf
A, kemudian loncat ke huruf P , bahkan juga terkadang kita langsung menuju
kata-kata yang dimulai dengan “prog” dan melewatkan sebelumnya.
Keuntungan : lebih cepat dari cara sequential (berurutan)
Kelemahan
: jika daftar indeks memiliki banyak kata yang serupa,
maka terjadi Densely Populated Area (wilayah
dalam daftar indeks yang padat berisi istilah serupa). Jika komputerr harus
mencari wilayah ini maka programnya harus dibuat agar bisa bolak-balik
diwilayah ini sampai semua kemungkinan telah dicoba.
c.
Binary Search
Untuk mempercepat pencarian indeks, komputer perlu
mengurangi langkah penelusuran, salah satu caranya adalah dengan binary search
yaitu membagi 2 daftar setiap kali melakukan pencarian dan mencari disetengah
daftar dan proses pembagian ini dapat berlangsung berkali-kali.
Problem : keharusan pembuatan program yang dapat
melakukan penghitungan mathematic untuk
menentuka titik tengah dari sebuah daftar. Penghitungan ini dilakukan setiap
kali komputer diperintah oleh pemakai untuk mencari istilah dalam daftar indeks
dalam komputer.
d.
Binary search tree
Sebuah cara komputer untuk menambah kecepatan
dengan cara meniru tabiat pohon. Sebuah pohon memiliki cabang dan setiap cabang
bercabang lagi, demikian seterusnya sampai ke puncak pohon dengan perhitungan
matematis maka dapat dibuat sebauh berkas sungsang yang setiap istilah
indeksnya mengandung nilai, sedemikian rupa sehingga selalu ada 2 cabang untuk
setiap istilah, sebenarnya sama dengan membagi 2 seperti pada sistem binary
search tetapi kali ini komputer tidak perlu lagi melakukan pembagian dan
perhitungan titik dengan titik setiap kali melakukan pencarian.
e.
Balance tree
Cara untuk mempercepat proses dengan cara setiap
istilah indeks diberi nilai sedemikian rupa sehingga cabangnya tidak hanya 2
tetapi bisa berapa saja. Hal ini mempengaruhi tidak hanya kecepatan pencarian
tetapi juga perngorganisasian berkas sungsang secara keseluruhan.
Pada dasarnnya
komputer dapat melakukan dua hal yang juga dilakukan sebelum ada komputer yaitu
derivative indexing dan assignment indexing. Adapun penjelasanya
adalah sebagai berikut :
a)
derivative indexing merupakan istilah indeks diambil langsung dari
teks dokumen, disebut juga dengan synonim
for keyword indexing karena indeks diambil langsung dari kata kunci dan
tidak ada daftar kosa kata sebagai acuannya (atau dikalangan teknisi biasa
disebut ‘tidak ada controlled vocabularya-nya,
atau disebut juga free indexing
b)
assignment indexing merupakan indeks yang diberikan dari luar. Istilah
Ini berasal dari control vocabulary disebut
dengan descriptor.
Semua lingkaran di atas, terjadi pada ingkungan
digital yang berbentuk teks atau tulisan. Dalam jenis yang lain misalnya gambar
atau audio, maka prinsip-prinsipnya mungkin sama
3.
Recall and Precision
Pendit
dalam buku Perpustakaan Digital dari A-Z
(2008 :257-258) memberikan keterangan terkait dengan recall and precision
sebagai Salah satu penerapan prinsip relevansi yang sejak dahulu digunakan
dalam pengembangan sistem IR. Sejak teori tentang IR berkembang di tahun
1940an, para ilmuan selalu memeras otak, bagaimana caranya membuat sistem IR
yang benar-benar handal. Bagaimana mengukur keefektifan sebuah sistem IR dalam
memenuhi permintaan informasi? Bagaimana mengukur kemampuan sistem dalam
menyediakan dokumen yang relevan dengan kebutuhan pemakai? Nah, recall and
precision adalah upaya untuk menjawab persoalan itu.
Terjemahan
yang pas untuk istilah ini dalam bahasa Indonesia belum ditemukan. Istilah recall digunakan pula
dalam psikologi untuk menjelaskan proses mengingat yang dikerjakan otak
manusia. Kata lain untuk recall
dalam bahasa Inggris adalah remember,
recollect, remind. Di bidang IR, recall
berkaitan dengan kemampuan menemukan-kembali butir informasi yang sudah
tersimpan. Jadi, terjemahan bebasnya mungkin adalah “penemuan-kembali”.
Precision
dapat diartikan sebagai kepersisan atau kecocokan (antara permintaan informasi
dengan jawaban terhadap permintaan itu). Jika seseorang mencari informasi di
sebuah sistem, dan sistem menawarkan beberapa dokumen, maka kepersisan ini
sebenarnya juga adalah relevansi. Artinya, seberapa persis atau cocok dokumen
tersebut untuk keperluan pencari informasi, bergantung pada seberapa relevan
dokumen tersebut bagi si pencari.
Recall
adalah
proporsi jumlah dokumen yang dapat ditemukan-kembali oleh sebuah proses
pencarian di sistem IR. Rumusnya: Jumlah dokumen relevan yang ditemukan /
Jumlah semua dokumen relevan di dalam koleksi. Lalu, precision adalah
proporsi jumlah dokumen yang ditemukan dan dianggap relevan untuk kebutuhan si
pencari informasi. Rumusnya: Jumlah dokumen relevan yang ditemukan / Jumlah
semua dokumen yang ditemukan.
Kedua
ukuran di atas biasanya diberi nilai dalam bentuk persentase, 1 sampai 100%.
Sebuah sistem informasi akan dianggap baik jika tingkat recall maupun precision-nya tinggi.
Jika ada seseorang mencari dokumen tentang “Pangeran Diponegoro” pada sebuah
sistem, dan jika sistem tersebut memiliki 100 buku tentang Pangeran Diponegoro,
maka kinerja terbaik adalah jika sistem tersebut berhasil menemukan 100 dokumen
tentang Pangeran Diponegoro.
Kalau
sistem tersebut memberikan 100 temuan, dan di temuan tersebut ada 50 dokumen
tentang “Pangeran Diponegoro”, maka nilai recall-nya
adalah 0,5 (atau 50%) dan nilai precision-nya
juga 0,5. Kalau sistem tersebut memberikan 1 dokumen saja, dan dokumen tersebut
adalah tentang “Pangeran Diponegoro”, maka recall-nya
bernilai 0,01 dan precision-nya bernilai 1. Perhatikan bahwa nilai precision yang tinggi
ini sebenarnya terjadi karena sistem memberikan hanya 1 jawaban kepada si
pencari informasi. Kalau sistem memberikan 100 dokumen, dan hanya 1 yang
relevan, maka nilai recall-nya
tetap 0,01 dan precision-nya
pun ikut merosot ke 0,01.
Dalam
perkembangan teori IR, ukuran dan eksperimen terhadap kinerja sebuah sistem
semakin diupayakan untuk mengakomodasi berbagai kemungkinan dalam situasi yang
sesungguhnya. Misalnya, Lancaster merumuskan matriks terkenal berikut ini
sebagai ukuran recall-precision:
Relevan
|
Tidak
Relevan
|
Total
|
|
Ditemukan
|
a
(hits)
|
b
(noise)
|
a
+ b
|
Tidak
ditemukan
|
c
(misses)
|
d
(rejected)
|
c
+ d
|
Total
|
a+b
|
c+d
|
a+b+c+d
|
Lalu,
berdasarkan tabel tersebut, rumus recall
– precision pun menjadi:
Recall=[a/(a+c)]x100
Precision = [a/ (a+b)] x 100
Precision = [a/ (a+b)] x 100
Lewat
rumus ini kita dapat membayangkan bahwa sebuah sistem harus meningkatkan nilai recall dengan memperbesar
nilai a di rumus di atas (atau nilai hits).
Nilai a yang besar ini dapat terjadi jika jumlah dokumen yang diberikan oleh
sebuah sistem dalam sebuah pencarian juga besar. Semakin besar jumlah dokumen
yang diberikan, semakin besar kemungkinan nilai a. Tetapi pada saat yang sama,
muncul kemungkinan bahwa nilai b (atau jumlah dokumen yang tidak relevan) juga
semakin besar. Ini artinya, nilai precision-nya
semakin kecil. Dalam berbagai eksperimen ditemukan kenyataan bahwa nilai recall dan precison ini cenderung
berlawanan alias berbanding-terbalik. Jika recall
tinggi, besar kemungkinannya precision
rendah.
Ukuran
recall-precision
ini juga sangat bergantung pada apa yang sesungguhnya dimaksud dengan “dokumen
yang relevan” itu dan bagaimana memastikan relevan-tidaknya sebuah dokumen.
Salah satu kritik terhadap prinsip recall-precision ini menyatakan bahwa ukuran
ideal sebuah sistem selama ini terlalu berpihak kepada mesin dan logika yang
terlalu ketat. Sangatlah sulit mencapai tingkat recall-precision yang ideal
karena keduanya berdasarkan pada ukuran relevansi yang amat lentur dan dinamis.
Selain itu, seorang pencari informasi seringkali tidak hanya peduli pada
relevansi, melainkan juga pada banyak hal lain, seperti kecepatan proses
pencarian, kemudahan dalam mengajukan permintaan informasi, kenyamanan dalam
memandang layar komputer, dan sebagainya. Seringkali seorang pencari informasi
rela mengorbankan tingkat precision, asalkan sistem yang dipakainya memberikan
respon yang cepat.
Hal-hal
di luar logika ketat recall-precision
inilah yang kemudian membawa berbagai penelitian IR ke ranah-ranah luas
psikologi, sosiologi, dan bahkan ergonomi. Sebagai salah satu pilar teknologi
utama dalam pengembangan perpustakaan digital, maka teori dan eksperimen IR pun
sejak awal sudah menjadi bagian dari berbagai proyek. Dari sisi IR pula terjadi
komunikasi yang lebih intensif antara “orang komputer” dan “orang
perpustakaan”, sehingga secara sepintas kita dapat melihat bahwa sebenarnya IR
lah yang membawa kedua profesi ini bertemu di bidang perpustakaan digital.
E. Simpulan
Dari
penyampaian penulis di atas dapat diambil keseimpulan bahwa :
1.
Teknologi informasi dalam proses organisasi informasi berfungsi sebagai sarana untuk mempercepat dan
mengakurasi data baik dalam indexing maupun temu kembali informasi, sehingga
pelayanan yang dilakukan oleh pustakawan kepada pemustaka dapat berjalan dengan
efektif dan efesien.
2.
Dalam proses indexing yang mengahasilkan dua output yaitu jajaran
koleksi di rak dan juga wakil dari dokumen atau katalog, yang keduanya
berfungsi untuk temu kembali informasi telah digantikan fungsinya oleh komputer
agar lebih cepat tepat dan efesien
3.
Pada dasarnya Komputer melaksanakan proses indeksing sama dengan
indeksing yang dilakukan manusia, hanya saja ini dilakukan didalam komputer
karena yang diindeks adalah data yang ada dalam komputer
4.
Untuk mengetahui tingkat relevansi sebuah sistem dalam menyediakan
dokumen yang dibutuhkan oleh pemakai digunakan recall and precision.
5.
Recall merupakan proporsi jumlah dokumen yang dapat ditemukan kembali
dalam sebuah proses pencarian kembali dalam sistem IR.
6.
Precision proporsi jumlah dokumen yang ditentukan dan dianggap relevan
untuk kebutuhan si pencari informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Pendit,
Putu Laxman. 2007. Perpustakaan Digital :
perspektif perguruan tinggi indonesia. Jakarta : Sagung Seto
Pendit,
Putu Laxman. 2008. Perpustakaan Digital daari
A-Z. Jakarta : Sagung Seto
Suwarno,
Wiji. 2010. Pengetahuan Dasar Kepustakaan
: sisi penting perpustakaan dan pustakawan, Jakarta : Ghalia Indonesia
Yulia,
Yuyu. 2007. Pengolahan bahan pustaka, Jakarta : Universitas terbuka
No comments:
Post a Comment