UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2007
TENTANG
PERPUSTAKAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perpustakaan sebagai
wahana belajar sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan
nasional;
b.
bahwa sebagai salah satu upaya untuk memajukan kebudayaan nasional,
perpustakaan merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa;
c.
bahwa dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa, perlu
ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pendayagunaan
perpustakaan sebagai sumber informasi yang berupa karya tulis, karya cetak,
dan/atau karya rekam;
d.
bahwa ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan perpustakaan
masih bersifat parsial dalam berbagai peraturan sehingga perlu diatur secara
komprehensif dalam suatu undang-undang tersendiri;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sampai dengan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perpustakaan;
Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG
TENTANG PERPUSTAKAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1.
Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya
cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna
memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi
para pemustaka.
2. Koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan.
3.
Koleksi nasional adalah semua karya tulis, karya cetak, dan/atau karya
rekam dalam berbagai media yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan, baik
yang berada di dalam maupun di luar negeri yang dimiliki oleh perpustakaan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.
Naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak
diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar
negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang
mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu
pengetahuan.
5.
Perpustakaan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND)
yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi
sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit,
perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring
perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara.
6.
Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diperuntukkan
bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat tanpa
membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status
sosial-ekonomi.
7.
Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara
terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat,
lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain.
8.
Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
9.
Pemustaka adalah pengguna perpustakaan, yaitu perseorangan, kelompok
orang, masyarakat, atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan
perpustakaan.
10. Bahan perpustakaan adalah
semua hasil karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam.
11. Masyarakat adalah setiap
orang, kelompok orang, atau lembaga yang berdomisili pada suatu wilayah yang
mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang perpustakaan.
12. Organisasi profesi
pustakawan adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan oleh
pustakawan untuk mengembangkan profesionalitas kepustakawanan.
13. Pemerintah pusat yang
selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
15. Sumber daya perpustakaan adalah
semua tenaga, sarana dan prasarana, serta dana yang dimiliki dan/atau dikuasai
oleh perpustakaan.
16. Menteri adalah menteri yang
menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
Pasal 2
Perpustakaan
diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi,
keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan.
Pasal 3
Perpustakaan berfungsi
sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi
untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.
Pasal 4
Perpustakaan bertujuan
memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta
memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
BAB II
HAK, KEWAJIBAN, DAN
KEWENANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 5
(1) Masyarakat mempunyai hak
yang sama untuk:
a.
memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan fasilitas
perpustakaan;
b.
mengusulkan keanggotaan Dewan Perpustakaan;
c.
mendirikan dan/atau menyelenggarakan perpustakaan;
d.
berperan serta dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
perpustakaan.
(2) Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi, atau terbelakang
sebagai akibat faktor geografis berhak memperoleh layanan perpustakaan secara
khusus.
(3) Masyarakat yang memiliki cacat dan/atau kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh layanan perpustakaan
yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 6
(1) Masyarakat berkewajiban:
a. menjaga dan memelihara kelestarian koleksi
perpustakaan;
b. menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah
kuno yang dimilikinya dan mendaftarkannya
ke Perpustakaan Nasional;
c. menjaga kelestarian dan keselamatan sumber
daya perpustakaan di lingkungannya;
d mendukung upaya penyediaan fasilitas layanan
perpustakaan di lingkungannya;
e. mematuhi seluruh ketentuan dan peraturan
dalam pemanfaatan fasilitas perpustakaan; dan
f. menjaga ketertiban, keamanan, dan kenyamanan
lingkungan perpustakaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Pemerintah berkewajiban:
a. mengembangkan sistem nasional perpustakaan
sebagai upaya mendukung sistem pendidikan nasional;
b. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan
pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat;
c. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan
secara merata di tanah air;
d. menjamin ketersediaan keragaman koleksi
perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara (transliterasi), alih
suara ke tulisan (transkripsi), dan alih media (transmedia);
e. menggalakkan promosi gemar membaca dan
memanfaatkan perpustakaan;
f. meningkatan kualitas dan kuantitas
koleksi perpustakaan;
g. membina dan mengembangkan kompetensi,
profesionalitas pustakawan, dan tenaga teknis perpustakaan;
h. mengembangkan Perpustakaan Nasional; dan
i. memberikan penghargaan kepada setiap orang
yang menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota berkewajiban:
a. menjamin penyelenggaraan dan pengembangan
perpustakaan di daerah;
b. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan
secara merata di wilayah masing-masing;
c. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan
pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat;
d. menggalakkan promosi gemar membaca dengan
memanfaatkan perpustakaan;
e. memfasilitasi penyelenggaraan perpustakaan di
daerah; dan
f. menyelenggarakan dan mengembangkan
perpustakaan umum daerah berdasar kekhasan daerah sebagai pusat penelitian dan
rujukan tentang kekayaan budaya daerah di wilayahnya.
Bagian Ketiga
Kewenangan
Pasal 9
Pemerintah berwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional dalam pembinaan
dan pengembangan semua jenis perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi
penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia; dan
c. mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki
oleh masyarakat untuk dilestarikan dan didayagunakan.
Pasal 10
Pemerintah daerah berwenang:
a. menetapkan kebijakan daerah dalam pembinaan
dan pengembangan perpustakaan di wilayah masing-masing;
b. mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi
penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di wilayah masing-masing; dan
c. mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki
oleh masyarakat di wilayah masing-masing untuk dilestarikan dan didayagunakan.
BAB III
STANDAR NASIONAL
PERPUSTAKAAN
Pasal 11
(1) Standar nasional perpustakaan terdiri atas:
a. standar koleksi perpustakaan;
b. standar sarana dan prasarana;
c. standar pelayanan perpustakaan;
d. standar tenaga perpustakaan;
e. standar penyelenggaraan; dan
f. standar pengelolaan.
(2) Standar nasional perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan sebagai acuan penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengembangan
perpustakaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar nasional perpustakaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
KOLEKSI PERPUSTAKAAN
Pasal 12
(1) Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan, dan
dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka dengan memperhatikan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Pengembangan koleksi perpustakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan standar
nasional perpustakaan.
(3) Bahan perpustakaan yang dilarang berdasarkan peraturan
perundang-undangan disimpan sebagai koleksi khusus Perpustakaan Nasional.
(4) Koleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan secara
terbatas.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan koleksi khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan penggunaan secara terbatas sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
(1) Koleksi nasional diinventarisasi, diterbitkan dalam bentuk katalog
induk nasional (KIN), dan didistribusikan oleh Perpustakaan Nasional.
(2) Koleksi nasional yang berada di daerah diinventarisasi, diterbitkan
dalam bentuk katalog induk daerah (KID), dan didistribusikan oleh perpustakaan
umum provinsi.
BAB V
LAYANAN PERPUSTAKAAN
Pasal 14
(1) Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi
kepentingan pemustaka.
(2) Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan perpustakaan
berdasarkan standar nasional
perpustakaan.
(3) Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai
dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan melalui pemanfaatan sumber daya perpustakaan untuk memenuhi
kebutuhan pemustaka.
(5) Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional
perpustakaan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka.
(6) Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama
antarperpustakaan.
(7) Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) dilaksanakan melalui jejaring telematika.
BAB VI
PEMBENTUKAN, PENYELENGGARAAN,
SERTA PENGELOLAAN
DAN PENGEMBANGAN
PERPUSTAKAAN
Bagian Kesatu
Pembentukan Perpustakaan
Pasal 15
(1) Perpustakaan dibentuk sebagai wujud pelayanan kepada pemustaka dan
masyarakat.
(2) Pembentukan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(3) Pembentukan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit memenuhi syarat:
a. memiliki koleksi perpustakaan;
b. memiliki tenaga perpustakaan;
c. memiliki sarana dan prasarana perpustakaan;
d. memiliki sumber pendanaan; dan
e. memberitahukan keberadaannya ke Perpus-takaan
Nasional.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Perpustakaan
Pasal 16
Penyelenggaraan perpustakaan
berdasarkan kepemilikan terdiri atas:
a. perpustakaan pemerintah;
b. perpustakaan provinsi;
c. perpustakaan kabupaten/kota;
d. perpustakaan kecamatan;
e. perpustakaan desa;
f. perpustakaan masyarakat;
g. perpustakaan keluarga; dan
h. perpustakaan pribadi.
Pasal 17
Penyelenggaraan perpustakaan
dilakukan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
Bagian Ketiga
Pengelolaan dan Pengembangan
Perpustakaan
Pasal 18
Setiap perpustakaan dikelola
sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
Pasal 19
(1) Pengembangan perpustakaan merupakan upaya peningkatan sumber daya,
pelayanan, dan pengelolaan perpustakaan, baik dalam hal kuantitas maupun
kualitas.
(2) Pengembangan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan karakteristik, fungsi dan tujuan, serta dilakukan sesuai
dengan kebutuhan pemustaka dan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
(3) Pengembangan perpustakaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara berkesinambungan.
BAB VII
JENIS-JENIS PERPUSTAKAAN
Pasal 20
Perpustakaan terdiri atas:
a.
Perpustakaan Nasional;
b.
Perpustakaan Umum;
c.
Perpustakaan Sekolah/Madrasah;
d.
Perpustakaan Perguruan Tinggi; dan
e.
Perpustakaan Khusus.
Bagian Kesatu
Perpustakaan Nasional
Pasal 21
(1) Perpustakaan Nasional
merupakan LPND yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan
dan berkedudukan di ibukota negara.
(2) Perpustakaan Nasional
bertugas:
a.
menetapkan kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis
pengelolaan perpustakaan;
b.
melaksanakan pembinaan, pengembangan, evaluasi, dan koordinasi terhadap
pengelolaan perpustakaan;
c.
membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai jenis perpustakaan; dan
d.
mengembangkan standar nasional perpustakaan.
(3) Selain tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Perpustakaan Nasional bertanggung jawab:
a.
mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya
masyarakat pembelajar sepanjang hayat;
b.
mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya
bangsa;
c.
melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka
mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat; dan
d.
mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada
di luar negeri.
Bagian Kedua
Perpustakaan Umum
Pasal 22
(1) Perpustakaan umum
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, kecamatan, dan desa, serta dapat diselenggarakan oleh
masyarakat.
(2) Pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan perpustakaan umum daerah yang
koleksinya mendukung pelestarian hasil budaya daerah masing-masing dan
memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat.
(3) Perpustakaan umum yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan mengembangkan sistem layanan
perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Masyarakat dapat
menyelenggarakan perpustakaan umum untuk memfasilitasi terwujudnya masyarakat
pembelajar sepanjang hayat.
(5) Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan/atau kabupaten/kota melaksanakan layanan perpustakaan keliling
bagi daerah yang belum terjangkau oleh layanan perpustakaan menetap.
Bagian Ketiga
Perpustakaan
Sekolah/Madrasah
Pasal 23
(1) Setiap sekolah/madrasah
menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan
dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang
ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan yang bersangkutan
dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan pendidik.
(3) Perpustakaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengembangkan koleksi lain yang mendukung pelaksanaan
kurikulum pendidikan.
(4) Perpustakaan
sekolah/madrasah melayani peserta didik pendidikan kesetaraan yang dilaksanakan
di lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Perpustakaan
sekolah/madrasah mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi.
(6) Sekolah/madrasah
mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional
sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal
untuk pengembangan perpustakaan.
Bagian Keempat
Perpustakaan Perguruan
Tinggi
Pasal 24
(1) Setiap perguruan tinggi
menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan
dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memiliki koleksi, baik jumlah judul maupun jumlah
eksemplarnya, yang mencukupi untuk mendukung pelaksanaan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perpustakaan perguruan
tinggi mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan
komunikasi.
(4) Setiap perguruan tinggi
mengalokasikan dana untuk pengembangan perpustakaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan guna memenuhi standar nasional pendidikan dan standar
nasional perpustakaan.
Bagian Kelima
Perpustakaan Khusus
Pasal 25
Perpustakaan khusus menyediakan bahan perpustakaan sesuai
dengan kebutuhan pemustaka di lingkungannya.
Pasal 26
Perpustakaan khusus memberikan layanan kepada pemustaka
di lingkungannya dan secara terbatas memberikan layanan kepada pemustaka di
luar lingkungannya.
Pasal 27
Perpustakaan khusus diselenggarakan sesuai dengan standar
nasional perpustakaan.
Pasal 28
Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan bantuan
berupa pembinaan teknis, pengelolaan, dan/atau pengembangan perpustakaan kepada
perpustakaan khusus.
BAB VIII
TENAGA PERPUSTAKAAN,
PENDIDIKAN, DAN
ORGANISASI PROFESI
Bagian Kesatu
Tenaga Perpustakaan
Pasal 29
(1) Tenaga perpustakaan terdiri
atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan.
(2) Pustakawan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar
nasional perpustakaan.
(3) Tugas tenaga teknis
perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirangkap oleh pustakawan
sesuai dengan kondisi perpustakaan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tugas,
tanggung jawab, pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan tugas, dan
pemberhentian tenaga perpustakaan yang berstatus pegawai negeri sipil dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai tugas,
tanggung jawab, pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan tugas, dan
pemberhentian tenaga perpustakaan yang
berstatus nonpegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan oleh penyelenggara perpustakaan yang bersangkutan.
Pasal 30
Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum Pemerintah,
perpustakaan umum provinsi, perpustakaan umum kabupaten/kota, dan perpustakaan
perguruan tinggi dipimpin oleh pustakawan atau oleh tenaga ahli dalam bidang
perpustakaan.
Pasal 31
Tenaga perpustakaan berhak
atas:
a.
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan
sosial;
b.
pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; dan
c.
kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas
perpustakaan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
Pasal 32
Tenaga perpustakaan
berkewajiban:
a.
memberikan layanan prima terhadap pemustaka;
b.
menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif; dan
c.
memberikan keteladanan dan menjaga nama baik lembaga dan kedudukannya
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Bagian Kedua
Pendidikan
Pasal 33
(1) Pendidikan untuk pembinaan
dan pengembangan tenaga perpustakaan merupakan tanggung jawab penyelenggara
perpustakaan.
(2) Pendidikan untuk pembinaan
dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
pendidikan formal dan/atau nonformal.
(3) Pendidikan untuk pembinaan
dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kerja
sama Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum provinsi, dan/atau perpustakaan
umum kabupaten/kota dengan organisasi profesi, atau dengan lembaga pendidikan
dan pelatihan.
Bagian Ketiga
Organisasi Profesi
Pasal 34
(1) Pustakawan membentuk
organisasi profesi.
(2) Organisasi profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan dan memberi
pelindungan profesi kepada pustakawan.
(3) Setiap pustakawan menjadi
anggota organisasi profesi.
(4) Pembinaan dan pengembangan
organisasi profesi pustakawan difasilitasi oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
Pasal 35
Organisasi profesi
pustakawan mempunyai kewenangan:
a.
menetapkan dan melaksanakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
b.
menetapkan dan menegakkan kode etik pustakawan;
c.
memberi pelindungan hukum kepada pustakawan; dan
d.
menjalin kerja sama dengan asosiasi pustakawan pada tingkat daerah,
nasional, dan internasional.
Pasal 36
(1) Kode etik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b berupa norma atau aturan yang harus
dipatuhi oleh setiap pustakawan untuk menjaga kehormatan, martabat, citra, dan
profesionalitas.
(2) Kode etik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat secara spesifik sanksi pelanggaran kode etik dan
mekanisme penegakan kode etik.
Pasal 37
(1) Penegakankode etik s
ebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dilaksanakan oleh Majelis
Kehormatan Pustakawan yang dibentuk oleh organisasi profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai organisasi profesi pustakawan diatur dalam anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga.
BAB IX
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 38
(1) Setiap penyelenggara
perpustakaan menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
(2) Sarana dan prasarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai dengan
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
BAB X
PENDANAAN
Pasal 39
(1) Pendanaan perpustakaan
menjadi tanggung jawab penyelenggara perpustakaan.
(2) Pemerintah dan pemerintah
daerah mengalokasikan anggaran perpustakaan dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Pasal 40
(1) Pendanaan perpustakaan
didasarkan pada prinsip kecukupan dan berkelanjutan.
(2) Pendanaan perpustakaan
bersumber dari:
a.
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah;
b.
sebagian anggaran pendidikan;
c.
sumbangan masyarakat yang tidak mengikat;
d.
kerja sama yang saling menguntungkan;
e.
bantuan luar negeri yang tidak mengikat;
f.
hasil usaha jasa perpustakaan; dan/atau
g.
sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 41
Pengelolaan dana
perpustakaan dilakukan secara efisien, berkeadilan, terbuka, terukur, dan
bertanggung jawab.
BAB XI
KERJA SAMA DAN PERAN SERTA
MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Kerja Sama
Pasal 42
(1) Perpustakaan melakukan kerja
sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan layanan kepada pemustaka.
(2) Peningkatan layanan kepada
pemustaka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan
jumlah pemustaka yang dapat dilayani dan meningkatkan mutu layanan
perpustakaan.
(3) Kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan peningkatan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengan memanfaatkan sistem jejaring perpustakaan yang berbasis
teknologi informasi dan komunikasi.
Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat
Pasal 43
Masyarakat berperan serta
dalam pembentukan, penyelenggaraan, pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan
perpustakaan.
BAB XII
DEWAN PERPUSTAKAAN
Pasal 44
(1) Presiden menetapkan Dewan
Perpustakaan Nasional atas usul Menteri dengan memperhatikan masukan dari
Kepala Perpustakaan Nasional.
(2) Gubernur menetapkan Dewan
Perpustakaan Provinsi atas usul kepala perpustakaan provinsi.
(3) Dewan Perpustakaan Nasional
bertanggung jawab kepada Presiden dan Dewan Perpustakaan Provinsi bertanggung
jawab kepada gubernur.
(4) Dewan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) berjumlah 15 (lima belas) orang yang berasal dari:
a.
3 (tiga) orang unsur pemerintah;
b.
2 (dua) orang wakil organisasi profesi pustakawan;
c.
2 (dua) orang unsur pemustaka;
d.
2 (dua) orang akademisi;
e.
1 (satu) orang wakil organisasi penulis;
f.
1 (satu) orang sastrawan;
g.
1 (satu) orang wakil organisasi penerbit;
h.
1 (satu) orang wakil organisasi perekam;
i.
1 (satu) orang wakil organisasi toko buku; dan
j.
1 (satu) orang tokoh pers.
(5) Dewan perpustakaan dipimpin
oleh seorang ketua dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih dari dan oleh
anggota dewan perpustakaan.
(6) Dewan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) bertugas:
- memberikan pertimbangan, nasihat, dan saran bagi perumusan kebijakan dalam bidang perpustakaan;
- menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat terhadap penyelenggaraan perpustakaan; dan
- melakukan pengawasan dan penjaminan mutu layanan perpustakaan.
Pasal 45
(1) Dewan Perpustakaan Nasional
dalam melaksanakan tugas dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara.
(2) Dewan Perpustakaan Provinsi
dalam melaksanakan tugas dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 46
Dewan perpustakaan dapat
menjalin kerja sama dengan perpustakaan pada tingkat daerah, nasional, dan
internasional untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
(6).
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut
mengenai susunan organisasi dan tata kerja, tata cara pengangkatan anggota,
serta pemilihan pimpinan dewan perpustakaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
PEMBUDAYAAN KEGEMARAN
MEMBACA
Pasal
48
(1)
Pembudayaan kegemaran membaca
dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
(2)
Pembudayaan kegemaran membaca
pada keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah melalui buku murah dan berkualitas.
(3)
Pembudayaan kegemaran membaca
pada satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
mengembangkan dan memanfaatkan perpustakaan sebagai proses pembelajaran.
(4)
Pembudayaan kegemaran membaca
pada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyediaan
sarana perpustakaan di tempat-tempat umum yang mudah dijangkau, murah, dan
bermutu.
Pasal 49
Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat mendorong tumbuhnya taman bacaan masyarakat
dan rumah baca untuk menunjang pembudayaan kegemaran membaca.
Pasal 50
Pemerintah dan
pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong pembudayaan kegemaran membaca
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dengan
menyediakan bahan bacaan bermutu, murah, dan terjangkau serta menyediakan
sarana dan prasarana perpustakaan yang mudah diakses.
Pasal 51
(1) Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui gerakan nasional
gemar membaca.
(2) Gerakan nasional gemar membaca sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dengan melibatkan seluruh masyarakat.
(3) Satuan pendidikan membina pembudayaan
kegemaran membaca peserta didik dengan memanfaatkan perpustakaan.
(4) Perpustakaan wajib mendukung dan memasyarakatkan gerakan nasional
gemar membaca melalui penyediaan karya tulis, karya cetak, dan karya rekam.
(5) Untuk mewujudkan pembudayaan kegemaran membaca sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), perpustakaan bekerja sama dengan pemangku kepentingan.
(6) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan penghargaan kepada
masyarakat yang berhasil melakukan gerakan pembudayaan gemar membaca.
(7) Ketentuan mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
KETENTUAN SANKSI
Pasal 52
(1) Semua lembaga penyelenggara
perpustakaan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 22 ayat (2), Pasal 23, dan Pasal 24 dikenai sanksi
administratif.
(2) Pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Semua peraturan
perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus
diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya
undang-undang ini.
Pasal 54
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada tanggal 1 Nopember 2007
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Nopember 2007
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
|
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 129
Salinan sesuai dengan
aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan
Bidang Politik dan
Kesejahteraan Rakyat,
ttd
Wisnu Setiawan
|
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2007
TENTANG
PERPUSTAKAAN
I. UMUM
Keberadaan perpustakaan
tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat manusia. Tinggi rendahnya
peradaban dan budaya suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi perpustakaan yang
dimiliki. Hal itu karena ketika manusia purba mulai menggores dinding gua
tempat mereka tinggal, sebenarnya mereka mulai merekam pengetahuan mereka untuk
diingat dan disampaikan kepada pihak lain. Mereka menggunakan tanda atau gambar
untuk mengekspresikan pikiran dan/atau apa yang dirasakan serta menggunakan
tanda-tanda dan gambar tersebut untuk mengomunikasikannya kepada orang lain.
Waktu itulah eksistensi dan fungsi perpustakaan mulai disemai. Penemuan mesin
cetak, pengembangan teknik rekam, dan pengembangan teknologi digital yang
berbasis teknologi informasi dan komunikasi mempercepat tumbuh-kembangnya
perpustakaan. Pengelolaan perpustakaan menjadi semakin kompleks. Dari sini awal
mulai berkembang ilmu dan teknik mengelola perpustakaan.
Perpustakaan sebagai sistem
pengelolaan rekaman gagasan, pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan umat
manusia, mempunyai fungsi utama melestarikan hasil budaya umat manusia
tersebut, khususnya yang berbentuk dokumen karya cetak dan karya rekam lainnya,
serta menyampaikan gagasan, pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan umat manusia
itu kepada generasi-generasi selanjutnya. Sasaran dari pelaksanaan fungsi ini
adalah terbentuknya masyarakat yang mempunyai budaya membaca dan belajar
sepanjang hayat.
Di sisi lain, perpustakaan
berfungsi untuk mendukung Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Perpustakaan
merupakan pusat sumber informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, dan
kebudayaan. Selain itu, perpustakaan sebagai bagian dari masyarakat dunia ikut
serta membangun masyarakat informasi berbasis teknologi informasi dan
komunikasi sebagaimana dituangkan dalam Deklarasi World Summit of
Information Society–WSIS, 12 Desember 2003.
Deklarasi WSIS bertujuan
membangun masyarakat informasi yang inklusif, berpusat pada manusia dan
berorientasi secara khusus pada pembangunan. Setiap orang dapat mencipta,
mengakses, menggunakan, dan berbagi informasi serta pengetahuan hingga
memungkinkan setiap individu, komunitas, dan masyarakat luas menggunakan
seluruh potensi mereka untuk pembangunan berkelanjutan yang bertujuan pada
peningkatan mutu hidup.
Indonesia telah merdeka
lebih dari 60 (enam puluh) tahun, tetapi perpustakaan ternyata belum menjadi
bagian hidup keseharian masyarakat. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa
perlu dikembangkan suatu sistem nasional perpustakaan. Sistem itu merupakan wujud
kerja sama dan perpaduan dari berbagai jenis perpustakaan di Indonesia demi
memampukan institusi perpustakaan menjalankan fungsi utamanya menjadi wahana
pembelajaran masyarakat dan demi mempercepat tercapainya tujuan nasional
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemberlakuan kebijakan
otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah mengakibatkan ketidakjelasan kewenangan pusat dan daerah
dalam bidang perpustakaan. Keberadaan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
sebagai LPND berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1989 tidak lagi
memiliki kekuatan efektif dalam melakukan pembinaan dan pengembangan
perpustakaan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberagaman
kebijakan dalam pengembangan perpustakaan di daerah secara umum pada satu sisi
menguntungkan sebagai pendelegasian kewenangan kepada daerah. Namun, di sisi
lain dianggap kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan perpustakaan yang andal
dan profesional sesuai dengan standar ilmu perpustakaan dan informasi yang baku
karena bervariasinya kemampuan manajemen dan finansial yang dimiliki oleh
setiap daerah serta adanya perbedaan pemahaman dan persepsi mengenai peran dan
fungsi perpustakaan.
Sejumlah warga masyarakat
telah mengupayakan sendiri pendirian taman bacaan atau perpustakaan demi
memenuhi kebutuhan masyarakat atas informasi melalui bahan bacaan yang dapat
diakses secara mudah dan murah. Namun, upaya sebagian kecil masyarakat ini
tidak akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang jumlah, variasi, dan
intensitasnya jauh lebih besar. Untuk
itu, berdasarkan Pasal 31 ayat (2), Pasal 32, dan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu menyelenggarakan perpustakaan sebagai
sarana yang paling demokratis untuk belajar sepanjang hayat demi memenuhi hak
masyarakat untuk memperoleh informasi melalui layanan perpustakaan guna
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan adanya undang-undang
ini diharapkan keberadaan perpustakaan benar-benar menjadi wahana pembelajaran
sepanjang hayat dan wahana rekreasi ilmiah. Selain itu, juga menjadi pedoman
bagi pertumbuhan dan perkembangan perpustakaan di Indonesia sehingga
perpustakaan menjadi bagian hidup keseharian masyarakat Indonesia.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Masyarakat di daerah
terpencil, terisolasi atau terbelakang akibat faktor geografis berhak
mendapatkan layanan perpustakaan sesuai dengan kondisi setempat misalnya,
perpustakaan keliling atau perpustakaan terapung.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Sebagian besar naskah kuno
masih dimiliki masyarakat. Untuk memudahkan pendataan dan upaya pelestariannya,
perlu didaftarkan ke Perpustakaan Nasional.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Yang
dimaksud dengan sistem nasional perpustakaan adalah sistem pensinergian semua
jenis perpustakaan di seluruh wilayah Negara Kesatuan RI guna lebih efektif,
efisien, dan tepat sasaran dalam mendukung pencapaian tujuan nasional
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sistem nasional perpustakaan mempunyai
keterkaitan secara fungsional dengan sistem pendidikan nasional khususnya pada
prinsip pendidikan nasional yang diselenggarakan sebagai pembudayaan dan
pemberdayaan termasuk di dalamnya pembelajaran sepanjang hayat. Bahwa sistem
nasional perpustakaan dan sistem pendidikan nasional secara bersama-sama berfungsi
sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas sebagai bagian
yang inheren dari pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud transmedia
adalah pengalihan bentuk bahan perpustakaan dari bentuk tercetak ke media lain,
seperti mikrofilm, CD, digital.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Naskah kuno berisi warisan
budaya karya intelektual bangsa Indonesia yang sangat berharga dan hingga saat
ini masih tersebar di masyarakat dan untuk melestarikannya perlu peran serta
pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan standar
tenaga perpustakaan juga mencakup kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud bahan
perpustakaan yang dilarang menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1963 adalah
barang-barang cetakan yang isinya dapat mengganggu ketertiban umum, khususnya
mengenai buletin, surat kabar harian, majalah dan penerbitan berkala. Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan
keilmuan, bahan perpustakaan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan
disimpan sebagai koleksi khusus Perpustakaan Nasional untuk didayagunakan
secara terbatas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Penerbitan katalog induk
nasional dilakukan baik secara tercetak (hardcopy) maupun secara
terdigitalisasi (softcopy).
Ayat (2)
Penerbitan katalog induk
daerah dilakukan baik secara tercetak (hardcopy) maupun secara
terdigitalisasi (softcopy).
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dengan memberitahukan
keberadaannya ke Perpustakaan Nasional, suatu perpustakaan secara formal
dimasukkan dalam sistem nasional perpustakaan untuk secara bersinergi dan
terkoordinasi dengan perpustakaan lainnya mendukung pencapaian tujuan nasional
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pasal 16
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Istilah desa
disesuaikan dengan kondisi sosial
masyarakat setempat seperti nagari, bori, naga, dan sejenisnya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Koordinasi terhadap
pengelolaan perpustakaan dimaksudkan guna mewujudkan suatu sistem nasional
perpustakaan yang efektif dan efisien agar secara sinergis mendukung pencapaian
tujuan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam mengembangkan standar
nasional perpustakaan, Perpustakaan Nasional bekerja sama dan berkoordinasi
dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Koleksi nasional perlu
dikembangkan karena memuat simpanan informasi yang luas dan permanen sebagai
hasil karya budaya bangsa yang harus dilestarikan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota menyelenggarakan perpustakaan umum daerah yang dalam
pengembangan koleksinya wajib menyimpan bahan perpustakaan berupa karya tulis,
karya cetak, dan/atau karya rekam yang diterbitkan di daerah tersebut, atau
karya tentang daerah tersebut yang ditulis oleh warga negara Indonesia dan
diterbitkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar
negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jumlah judul dalam koleksi
perpustakaan perguruan tinggi untuk mendukung pelaksanaan pendidikan
diperhitungkan berdasarkan kebutuhan untuk bacaan wajib, bacaan penunjang, dan
bacaan pengayaan wawasan keilmuan yang terkait dengan mata kuliah yang
disajikan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan
peraturan perundang-undangan adalah undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tenaga
teknis perpustakaan adalah tenaga non-pustakawan yang secara teknis mendukung
pelaksanaan fungsi perpustakaan, misalnya, tenaga teknis komputer, tenaga
teknis audio-visual, dan tenaga teknis ketatausahaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan
peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang tentang Kepegawaian.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 30
Yang dimaksud tenaga ahli di
bidang perpustakaan adalah seseorang yang memiliki kapabilitas, integritas, dan
kompetensi di bidang perpustakaan.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
memajukan profesi meliputi peningkatan kompetensi, karier, dan wawasan
kepustakawanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan prinsip
kecukupan dan berkelanjutan adalah prinsip pengalokasian anggaran yang
memungkinkan seluruh fungsi perpustakaan dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya, lancar, meningkat, dan berkelanjutan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
sebagian anggaran pendidikan adalah anggaran yang dialokasikan untuk fungsi
pendidikan, yang besarnya didasarkan pada prinsip kecukupan dan berkelanjutan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Peran serta masyarakat dalam
pembentukan, penyelenggaraan, pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan
perpustakaan dilakukan dengan mekanisme penyampaian aspirasi, masukan, pendapat
dan usulan melalui Dewan Perpustakaan.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam melakukan pengawasan
dan penjaminan mutu layanan perpustakaan, Dewan Perpustakaan Nasional dan Dewan
Perpustakaan Provinsi dapat bekerja sama dengan lembaga independen yang
kompeten.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pembudayaan kegemaran
membaca pada masyarakat, meliputi gerakan buku murah, penerjemahan, penerbitan
buku berkualitas, dan penyediaan sarana perpustakaan di tempat-tempat umum
(kantor, ruang tunggu, terminal, bandara, rumah sakit, pasar, mall).
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Satuan pendidikan merupakan
wahana paling tepat untuk menumbuhkan kegemaran membaca sejak usia dini yang
terus dikembangkan sejalan dengan peningkatan kemampuan peserta didik, antara
lain, melalui penugasan kepada mereka untuk mendayagunakan bahan bacaan yang
tersedia di perpustakaan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4774
No comments:
Post a Comment